Selamat datang diblo saya

Minggu, 22 Januari 2012

PLN atau Lilin

seorang teman pernah memberikan semacam materi motivasi untuk adik-adik kelas yang baru menginjak bangku perkuliahan...
"jadilah seperti lilin, yang paling tidak dengan sinarnya yang redup dapat menyinari malam yang kelam" 

kenapa harus lilin kawan?
kenapa tidak kita impikan untuk menjadi spirtus, petromak, kompor, atau sekalian jadi PLN? kenapa kita selalu berfikiran "paling tidak"? kenapa tidak kita fikirkan untuk memberikan sebanyak yang bisa kita usahakan?

saya pernah sampai pada titik jenuh dan lalai dalam dakwah, lantaran kondisi halaqah yang simpang siur. seakan jiwa saya berlari tunggang langgang kehilangan lagi tujuan saya berbicara dan bernafas. saya pernah  menjadikan dakwah hanya sebagai rutinitas berkala yang berkutat hanya dalam kegiatan halaqah saja. kepala saya sampai berat karena banyaknya tsaqafah yang mengendap dalam otak, hingga berat pula mulut saya untuk hanya sekedar berucap "sekarang saatnya sholat!". saya pernah rasakan itu, dan sungguh betapa pemahaman saya tidak berjalan searah dengan perangai. mengapa? karena saya telah disibukkan dengan hal bodoh semacam mengerjakan tugas yang terus saya tekuri padahal tugas itu pun tak selesai-selesai.

hingga sampai pada sebuah hentakkan didada ketika mendengar
Jika Allah menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kalian, wahai manusia, dan Dia mendatangkan umat lain (sebagai pengganti kalian)”. (TQS.An-Nisa’: 133)
Bahwa Allah dengan sangat mudah akan memusnahkan saya jika tidak segera saya memantaskan diri untuk berdiri digarda terdepan perjuangan ini. Jika benar demikian, maka saya harus bersiap memperbaiki diri, mengambil schimitar dan menghampiri kuda perang atau saya harus siap dimakan ulat mati terhina karena tidak ada Khilafah dipundak saya. 


ya, semua memang masalah pilihan kawan. jika tak ada pilihan maka tak akan ada surga dan neraka. menjadi PLN pun pilihan, kau mau berikan terang itu pada siapa saja? hanya meja belajarmu? kamarmu? rumahmu? atau kotamu. itu semua ditentukan sejauh mana dirimu menyiapkan sinar...

Klakson anda

Pagi tadi saya bertemu dengan bapak penjaga kos yang saat itu sedang berjaga diPOS. Dengan sumringah ia menyapa saya yang sudah 5 bulanan pindah ke kontrakan. Beliau berteriak memanggil saya yang sedang menunggu dilapu merah.
“mau kemana?”
“mau ikut itu, Pak!” kata saya sambil menunjuk kerumunan orang yang sedang bersiap mengatur barisan.
“Kamu mau ikut demo?”
“hehe… iya Pak” kata saya cengengesan.
“wahh… mau jadi aktivis ya?”
“saya memang aktivis, Pak!” kata saya PD ditengah-tengah penunggu lampu merah. Bapak kos saya tersenyum sumringah sambil menganggukkan kepala. Saya jadi rindu dengan kosan lama.

Barisan berjalan, saya menyusul dibelakang dengan motor mio membantu saya sebagai tim kesehatan. Sampai sekarangpun rasanya jari-jari saya seakan akan menempel pada keyboard dan terlepas dari tangan.
Jika dibandingkan dengan dikendari, massa aksi ini tidaklah banyak. Tapi cukup panjang untuk membuat kemacetan dibeberapa ruas jalan yang memang sempit. Aksi mengenai penolakan harga BBM ini seharusnya merupakan aksi dengan isu paling merakyat dewasa ini. Siapa yang tidak membutuhkan minyak tanah dan bensin. Bahkan ketika sudah punya motor saya baru sadar betapa para tukang ojek harus beripikir serius dalam menetapkan ongkos angkutnya, para tukang sayur terhadap dagangannya, dan para pengusaha terhadap produksinya. Namun, Tidak semua orang terganggu dengan kenaikan BBM rupanya. Di perempatan BCA, barisan sempat berhenti lama sehingga pengguna jalan harus sejenak menghentikan kendaraan mereka dilampu merah. Apa yang mau saya sampaikan disini adalah, puluhan motor yang membunyikan  klakson mereka meminta jalan segera terbuka bagi mereka. Lama, klakson-klakson mobil dan motor terus berbunyi seakan-akan apa yang kami teriakan tidak mereka rasakan. Pertanyaannya
Apakah kenaikan harga BBM hanya terjadi pada peserta aksi?
Tidak, kecuali jika para pengguna jalan adalah pemilik exon mobile dan Freeport, atau mereka anggota DPR, atau mereka kacung-kacung asing yang mngontrol peng-gol-an undang-undang pro liberal. Atau…. Mereka anda? Yang bukan siapa-siapa, hanya orang-orang yang tidak peduli dengan pernyataan harap dari mereka yang mungkin kita anggap bodoh. Padahal kalian bisa jadi mahasiswa, dosen, cendekia, saintis, insinyur. Atau itu hanya title yang kalian dapat karena sempat bersekolah?
Klakson anda, menunjukkan siapa anda. Pastikan bunyi klakson anda diberikan pada orang yang tepat!

Pasca Aksi:
“ngambil motor ya, mba?”
“iya, pak…”
“kuliah dimana, mba?”
“DiBrawijaya, Pak…”
“ooo….. kalo dah kerja jangan jadi koruptor ya mba, Negara ini udah kacau, jangan lagi ditambahi koruptor. Hehe…” saya speechless sambil tersenyum dan menggaruk-garuk kepala, kawan saya sibuk mengambil motornya.

Pak parkir, saya ga akan jadi koruptor kok, karena waktu saya udah kerja, Khilafah sudah tegak. Allahu Akbar…