Taulah rasanya lebaran tanpa keluarga? Padahal itu saat-saat
kita berkumpul dan saling bercerita pengalaman masing-masing setahun yang lalu.
Tahun ini dengan sangat menyesal, aku berlebaran di kampong orang. Tak kenal
satu tetanggapun. Yah karena satu dan lain hal, jadwal pulang kampong tidak ada
dalam skejul tahun ini. Madiun, itulah kota yang ku tempati selama 6 hari
terakhir. Kota ini ramai sekali, Kendari tidak ada apa-apanya. Rumah yang aku
tempatipun sangat nyaman dan mengingatkanku pada rumah nenekku di Ciamis sana,
khas Jawa dengan tiang-tiang tinggi, lantai marmer dan jendela lebar
transparan. Sayangnya, aku tidak punya teman wanita satupun disini. Aku berangkat
dari mojokerto bersama dua orang sepupu dan kakakku. Mereka semua laki-laki. Sampai
di Madiun pun semua keluarga adalah laki-laki tidak seorangpun perempuan. Dunia
seperti daun kelor, sempit sekali. Alhasil 5 hari berlalu dan aku tidak
menikmati apapun dengan berlibur disini.
Sampai malam tadi, semua keluarga berjalan-jalan di
Alun-alun Madiun. Termasuk Muhan, anak lelaki kelas 3 SD yang menyadarkanku
bahwa dialah lelaki yang selama ini aku cari. Asiikk… Ternyata dia anak yang
sangat asik, dia mengajakku bermain sesuatu berbentuk baling-baling. Memberikan
aku joke-joke yang sebenarnya tidak lucu, tapi karena dia yang bercerita,
entahlah aku selalu ingin tertawa.
Ada cerita lucu tentang anak ini, puasa kemarin dia hanya
bolong dua. Satunya disengaja, satunya tidak sengaja. Ketika mandi sore dimana
sebentar lagi adzan magrib, dia merasakan rasa dahaga yang dasyat. Karena tak
tahan haus, akhirnya sambil menyiramkan air ke tubuhnya dia membuka mulutnya
dan meminum air itu. Ngakunya dia sih sedikit. Hehe. Dia juga suka melalukan
hal-hal bodoh. Seperti terjatuh dari tempat tidur, mengenalkanku pada Pak
BaraBanaBara. Entah itu siapa.
Ada kisah lain juga tentang anak ini. Dia adalah anak ke
tiga dari 3 bersaudara. Pertama kakaknya setahun dibawahku sekarang
sedang kuliah jurusan teknik sipil di salah satu universitas negeri di
Surabaya. Anak kedua baru lulus SMA. Semua anak itu
ganteng-ganteng. Hehe… dan sepenglihatanku mereka anak yang mandiri. Aku tidak
tau ayah mereka kemana. Aku juga tak berani bertanya. Lebaran ini, Muhan
mendapat banyak THR. Sambil bercanda aku menyarankan padanya untuk membawa
semua uang itu ke alun-alun untuk dibelanjakan.
“di gowo ae han , neng alun-alun, iso tuku mercon” saranku
padanya.
“emoh”
“lha terus duite arep mbok gawe opo?”
“nggawe tuku hapene masku” wihh…. Standing Applouse aku sama
anak ini.
“masku kan gurung duwe hape mbak, hapene mas Iman yo di kasi
ibu”
“saling ngasih gitu aa, han?”
“nggeh, masku yo tukuno ae, aku yo tukono ibu sandal” dalam
hati aku bergumam, keren anak ini. Makaya ku jahilini terus.
Aku dapat pelajaran lagi hari ini. Bukan dari guru bukan
dari ustad. Tapi dari seorang Muhan, yang tertawanya lebar. Tidak banyak anak
yang bisa mengerti kondisi keluarga dan kakak-kakaknya. Banyak sepupuku yang
lain yang tidak berfikir sederhana seperti Muhan. Ribut saja mereka bagaimana
cara menghabiskan uang untuk kebutuhan mereka sendiri.
Aku harap kamu ga cepat
gede han! Mungkin pikiran sederhan ini hanya ada kalau kamu masih kecil.
Ketika besar nanti, banyak sudah yang akan mempengaruhi keputusanmu. Bukan hanya
sekedar main mercon lagi.