Selamat datang diblo saya

Kamis, 06 Juni 2013

Jakarta

Turun dari bis, tiga anak manusia terlihat bingung mencari arah. Dimana angkot nomer 06? Setelah lama mencari barulah yang dimaksud oleh sang navigator angkotnya nomer 16. Orang-orang pasti mengira kami adalah bocah urban yang mencari peruntungan di tanah Batavia. Ya, Jakarta. Sebagai ibu kota Negara, Jakarta adalah representasi dunia atas Indonesia. Kecanggihan alat transportasi, angka kriminalitas, angka pengangguran, semua merepresentasikan kondisi Indonesia.
                Menurutku, hal yang paling mengerikan di Jakarta adalah. GEDUNG. Entah karena aku orang udik atau karena aku cantik, gedung-gedung tinggi menjulang diJakarta selalu meresahkan hatiku. Bukan karena dia merebut suamiku, tapi karena keangkuhan dan kesombongannya. Bagiku, gedung-gedung tinggi itu seakan berkata “disini kami menguasai kehidupanmu 20 tahun kedepan!”. Jadilah aku ingat dengan serial drama korea Boys Before Flower. Dulu, bagiku lelaki macam gu junpyo tidak mungkin ada di dunia nyata, selain rambut permnya. Mana mungkin lelaki yang bisa bangun di bali, makan siang di hawai dan tidur malam di menara Eiffel ada. Tapi nampaknya gedung-gedung itu juga mengatakan “ada gu junpyo disini”. Kau bisa membayangkan, tiap kali aku memandang gedung tinggi, ada wajah gujunpyo dengan rambunya keritingnya. So annoying!.
                Terlalu tinggilah kalau kita membahas gedung tinggi, mari kita turun puluhan meter dibawahnya. Gerobak-gerobak kayu beratapkan bendera partai banyak di parkir didepan pertokoan. Bukan sampah yang mereka angkut, tapi perut yang lapar. Padahal dibelahn daerah Indonesia yang lain belum selesai partai-partai itu bagi-bagi motor. Setengah meter dari sana, berdiri rumah mewah segede alaihim. Didalamnya ayah, ibu, dan anak bercengkrama tentang lokasi liburan selanjutnya setelah konser super junior yang akan diadakan dua malam selanjutnya.
                Huftt… itulah Jakarta, itulah Indonesia. Pada siapa pemilik rumah gerobak itu akan mengeluh jika satpol PP akhirnya menangkat mereka karena sangkaan merusak pemandangan kota? Pemerintah mana yang harus mereka patuhi? Terkadang kita lupa mencoba sudut pandang lain ketika berfikir, hanya karena kita tak pernah menginderanya apakah itu bermakna ia tiada?
Jakarta hanyalah sekian decimal persen dari korban bencana kapitalisme yang sedang melanda dunia. Ia tak bisa diselamatkan oleh supermen apalagi yang bocah kayak astroboy. Dunia butuh Naruto. Lho? Maksud saya dunia butuh perbaikan. Yang perlu kita sadari bencana kapitalisme ini tidak hanya menyerang Indonesia, apalagi Jakarta. Negara-negara timur tengah yang kaya akan minyak bisa dibawah kediktatoran, kaum muslimin terus dibantai, orang miskin amerika terus menerus meningkat, wall street nyaris lumpuh, system hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas.
Inilah rangkaian hari pertama dengan rute bandara-kalibata-bidara cina-istiqlal-monas-istiqlal-bidara cina. Hari kedua adalah jawaban dari episode suram diatas. Makanya tunggu episode selanjutnya.

Catatan jempol:
1. Konoha kena bencana kapitalisme juga ga ya?
2. Episode suram ini sudah terjadi lebih dari 90 tahun, sudahlah lelah dunia membopong demokrasi yang segitu mahalnya. Mari buka literature berapa banyak dana yang sudah dikeluarkan Indonesia untuk demokrasi. Kata ustad Abay, demokrasi tidak boleh disamakan dengan sampah, karena sampah masih bisa di daur ulang, sedangkan demokrasi harus dimusnahkan dan dihilangkan, hingga debu-debunyapun tak kita hirup
3. Ini kisah pra keberangkatan Baru saja naik ke travel aku kaget mendengar kabar kalau seorang ustad kondang akan naik travel yang sama dengan aku dan kawan-kawan. Katanya namanya ustad Yusuf Mansyur, kontan saja aku langsung nanya “ boleh minta tanda tangan ga ya?”.  namanya juga anak kampung, aku heboh aku waktu tau akan bertemu langsung dengan orang yang suka tampil di tivi, jangankan ustad Yusuf Mansyur, kalau ada pencuri ayam di dekat rumah yang ketangkap polisi terus masuk tivi aku pasti datang ke rumahnya nitip tanda tangan. Tapi, ya sudah lah ya. Toh ternyata yang aku temui bukan ustad Yusuf Mansyur tapi seroang bapak yang memang namanya Yusuf Mansyur, aku dan kawan hanya bisa saling pandang. Jadilah perjalanan aku habiskan dengan tidur sambil menahan sesuatu agar tidak keluar dari perut.

Rabu, 05 Juni 2013

Khilafah buat semua


Seorang teman pernah menuliskan dalam salah satu jendela sosmed tentang kekecewaannya pada kondisi yang memaksa dia untuk tidak melaksanakan ibadahnya, karena mayoritas berkehendak hari itu digunakan untuk ujian. Ia berkomentar cukup tegas dengan mengatakan ia mengorbankan hari ibadahnya demi mayoritas bahkan ia mengatakan ia tidak heran jika kaum muslimin di belahan dunia lain diperlakukan semena-mena karena iapun merasakan hal yang serupa di negeri ini. Jelas, yang ia maksud dengan mayoritas adalah Islam yang memang mayoritas di negeri ini. Saya sangat mengerti apa yang ia maksudkan. Saya paham, bahkan saya merasakan apa yang dia rasakan.
Jika dikatakan minoritas pastilah mengikuti mayoritas,  maka sebenarnya hal itu tidak bisa dikatakan benar secara keseluruhan. Sebagai seorang muslim, selama ini sayapun merasa tidak bisa melaksanakan Islam sesuai dengan aturan ibadah yang ditetapkan dalam Islam. Bahkan untuk sekedar sholat, hak itu pun sering kali tidak diindahkan di republik ini. Dalam sistem pendidikan sekuler seperti sekarang, kadang kala waktu kuliah berbarengan dengan waktu sholat sehingga memaksa mahasiswa muslim untuk sholat di akhir-akhir waktu. Bahkan tidak jarang, ada situasi yang memaksa mahasiswa muslim meninggalkan sholatnya misalnya pada saat ospek universitas. Dari sinilah saya berpikiran bahwa saya dan kawan saya ini berada pada posisi yang sama. Sama-sama tidak mendapatkan hak masing-masing, apapun  agama kita baik minoritas ataupun mayoritas. Oleh karena itu, mungkin yang harus diluruskan disini, bukanlah Islam yang membuat kawan saya ini tidak dapat melaksanakan ibadahnya dengan leluasa hanya karena pelaku pembuat kebijakan adalah seorang muslim, sama sekali bukan. Sebab Allah secara jelas menyatakan dalam Al-quran “lakum diinukum wal yadiin” bagimu agamamu, bagiku agamaku. “laa iqraha fiddin” tidak ada paksaan dalam agama.
Jika kita menilik sirah (perjalanan hidup) Rasulullah, sangat jelas bahwa Islam sangat menghargai perbedaan agama. Rasulullah SAW bersabda barang siapa menyakiti orang kafir dzimmi, maka aku akan menjadi lawannya pada hari kiamat. Hadist inilah yang menjadi hukum syara penjagaan harta dan kehormatan non muslim dalam sistem khilafah. Sistem inipun telah terbukti selama berabad-abad mensejahterakan manusia, baik kaum muslimin maupun umat agama lain. Spanyol (Andalusia), yang dulu merupakan bekas bagian dari kekhilafahan adalah kota dengan julukan the land with 3 religion. Kristen, yahudi dan islam hidup dibawah payung yang sama yaitu khilafah islamiyah. Masing-masing orang, apapun latar belakang agamanya, akan mendapatkan hak yang sama sebagai warga Negara. Jika kaum muslimin diwajibkan untuk menuntut ilmu, maka bagi agama lain menuntut ilmu adalah hak bagi mereka sebagai warga Negara. Jika dalam keadaan perang kaum muslimin diwajibkan untuk berjihad mengangkat senjata, maka bagi agama lain darah mereka dijamin penjagaannya oleh Negara. Jika begini adanya, di mana posisi islam sebagai agama yang pilih kasih?
Yang perlu kita sadari bencana kapitalisme bukan hanya menyerang kaum muslimin saja tapi juga umat agama lain yang juga direnggut hak-haknya. Republik Demokratis Kongo merupakan negeri mayoritas nasrani yang juga termasuk negeri miskin dengan PDB perkapita hanya $348 (data tahun 2011). Bahkan secara umum, benua afrika di huni oleh baik muslim maupun non muslim yang kedua-duanya mengalami kemiskinan dan penderitaan yang sama.

Maka benar kata Hj. Irene Handono bahwa perjuangan untuk khilafah berarti perjuangan untuk berbagai suku bangsa, warna kulit dan tentu saja berbagai agama, berjuang untuk umat manusia di seluruh dunia. Khilafah adalah sistem yang menjadi janji Allah bagi kaum muslimin, menjadi kebutuhan bagi kaum muslimin sekaligus bagi umat agama lain. Ustad felix Siaw pernah mengatakan tidak layak bagi seorang muslim mempertanyakan benar tidaknya janji Allah akan terjadi, benar tidaknya Islam akan tegak kembali, atau benar tidaknya Khilafah akan tegak lagi, sebab pertanyaan ini hanya layak untuk diajukan oleh kaum non muslim yang memang tidak mempercayai Allah sebagai Tuhannya. Kaum muslimin? Setiap hari kaum muslimin mengucapkan dua kalimat syahadat di setiap sholatnya. Apakah pantas dzat yang tiap pagi dan sore hari kita kuduskan namanya tidak kita percayai perkataan dan tuntunannya?