Kami pulang, dengan otak utuh dan wajah kusam
Rindu rumah dan sawah. Rindu emak dan bapak
Tapi kami bukan kami, anak ingusan yang blingsatan terkena
air
Kami mahasiswa bawa sekarung goni berita baru, tentang dewa
yang selama ini di puja
Bahwa ia tak pernah ada, melainkan dusta dan nestapa
Bahwa anakmu telah bangkit dari jajahan
Mengajakmu balik pada fitrah, kembali menghajar kejahiliahan
Tapi emak, begitu susah menyusur gua hatimu. Terlalu dalam
dan gelap
Apa yang hendak kami perbuat, jika layar sudah terlanjur
digelar?
Aku rindu ramai sepatu di lantai marmer, menjajakan ide tak
kenal malu
Hai adikku, apa kabar kau di sana?
Apa emakmu bergaung tiap jam? Atau siut tiba-tiba?
Segeralah kembali, bersama para pemuda matahari
Tak kenal sepi, ramai dia kembali
Kalau dunia tak kau lihat lagi, biarkan matahari menjadi
saksi
Pada emak dan bapak nanti
“gadis muda yang pernah hidup dibawah atapmu, telah mandi ditaman-taman
surga, hendak ikutkah kau?”
Dan emak memutar jarum-jarum jam, sambil bercucuran air
matanya.
“saya hendak kembali pulang” lirihnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar